Sabtu, 17 Januari 2015

Mindset Kami

Kondisi Ideal yang Kita Inginkan
      
       Sejarah telah mencatat bahwa Islam sebagai sebuah nilai dan jalan hidup telah menghantarkan umat Islam pada suatu periode kehidupan yang sejahtera dan penuh prestasi, setidaknya hal ini dibuktikan dengan kayanya warisan keilmuan maupun kekayaan fisik yang ditinggalkan oleh umat terdahulu.


      Dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan misalnya, pada masa khalifah Umar bin Khatthab (13-22 H) dan Umar bin Abdul Aziz (99-101 H) terdapat indikasi yang sangat kuat bahwa kemiskinan telah terhapuskan, hal ini ditunjukkan dengan adanya kenyataan bahwa dana zakat yang terkumpul pada masa itu tidak dapat didistribusikan lagi akibat makin langkahnya orang miskin dari tahun ke tahun.
      Ibnu Katsir meriwayatkan, “Umar menunjuk seorang untuk mwngumumkan dan mencari, siapa yang memiki hutang? Siapa yang masih miskin? Siapa yang belum menikah? Siapa yang yatim?” di sepanjang jalan dan penjuru kota setiap harinya. (Proses ini terus berlanjut) sampai orang-orang ini tidak ditemukan lagi.
       Riwayat ini merupakan bukti nyata betapa kaum muslimin pernah berada pada puncak kesejahteraan, dan tentunya kondisi demikianlah yang kita dambakan bersama-sama.                                                                                       
       Di satu sisi, para aghniya (kaya) sadar akan kewajiban hartanya (zakat, infaq, wakaf dan lain-lain) dan kaum fakir miskin di sisi lain, telah terbedayakan sedemikian rupa sehingga dalam waktu yang singkat mereka telah menjadi muzaki, munfiq atau muwakif baru. Kalaupun masih ada fakir miskin yang tersisa, mentalitas mereka tidaklah sebagai seorang peminta atau mengharapkan belas kasihan orang lain.

Jika Realitas Berbeda, Apa Kewajiban kita? 

         Namun jika dalam kenyataannya hari ini kita tidak berada dalam kondisi ideal sebagaimana pada masa pemerintahan Islam di atas, dimana pada saat sekarang ini kewajiban ada dimana-mana, aktifitas dakwah tidak berjalan, pemurtadan dan penyesatan umat kian marak, lantas apakah kita hanya diam berpangku tangan, tentunya tidak bukan?
        Sebagai Baitul Maal, tentunya kita tidak menghendaki adanya kemiskinan dan penderitaan di tubuh kaum muslimin. Kami jauh lebih suka jika kaum muslimin hidup sejahtera, meskipun tidak ada infaq yang diamanahkan melalui lembaga yang kami kelola, dibandingkan kita menerima infaq atas penderitaan kaum muslimin.

Kami jauh lebih suka jika kaum muslimin hidup sejahtera, meskipun tidak ada infaq yang diamanahkan melalui lembaga yang kami kelola, dibandingkan kami menerima infaq atas penderitaan kaum muslimin.

         Meskipun dalam kenyataannya realitas berkata lain, dimana jalan penyelesaiannya harus kita upayakan sesuai dengan tuntunan syari’at yang ada. Barangkali inilah mindset yang perlu kita tanamkan baik dalam diri kami sebagai pengelola Baitul maal maupun bagi kaum muslimin pada umumnya. Wallallahu a’lam.

0 komentar:

Posting Komentar