baitulmaalmalang.blogspot.com – Di era globalisasi, dimana
mobilitas manusia tidak lagi dibatasi dimensi ruang dan waktu, peluang
bisnis bagi Muslimah bukanlah hal sulit untuk dicapai. Terlebih, dengan
meningkatnya para pengguna dan peminat jejaring social semacam facebook,
twitter atau bahkan Blackberry, makin mempermudah dalam bidang
pemasaran untuk bisnis, terutama bagi Muslimah.
Hal itu dikarenakan, ‘usaha dan pemasaran online’ tidak menuntut bagi
seorang muslimah pebisnis untuk harus keluar rumah menjajakan
dagangannya.
Sekarang, kita hanya tinggal membuat promosi online dan
‘menyebarnya’ di blog, website, atau bahkan di status jejaring social,
kita hanya tingga lmenunggu, m embiarkan ‘program internet melakukan
tugasnya’.
Semudah itu. tinggal klik dan klik. Tanpa perlu berganti baju atau
melangkahkan kaki keluar rumah. Semudah itu pul akita sebagai Muslimah
bisa menjadi pebisnis tanpa takut melanggar syariat Allah.
Namun, kemudahan teknologi tersebut tidak lantas membuat para
Muslimah berbondong-bondong terjun ke dunia bisnis. Banyak alasan yang
melekat dalam benak mereka. Diantaranya, alasan paling klasik tentu saja
adalah paradigma bahwa perempuan (ibu) harus bertugas mengurus rumah
tangga. Dan para suamilah yang bertugas untuk mencukupi nafkah istri dan
anak-anak. Nah, bisnis adalah identik dengan mencari nafkah. Jadi
korelasinya, berbisnis tentu saja adalah bagian dari tugas para suami.
Alasan berikutnya, kekhawatiran bahwa para ibu akan terpecah
konsentrasinya dalam mengurus rumah tangga, terutama dalam mendidik
anak-anak. Artinya, seorang ibu seringkali merasa tidak fokus pada
pengabdiannya dalam rumah tangga, jika harus terjun dalam
kegiatan-kegiatan lain, termasuk berbisnis.
Alasan-alasan lain yang cukup mudah ditemukan adalah ketiadaan modal,
merasa tidak mampu, tidak punya pengalaman, yang hampir rata-rata
alasan itu berasal dari dalam diri seorang perempuan itu sendiri.
Pebisnis Muslimah di era Rasulullah
Kisah luar biasa dapat kita simak pada Asma’ binti Abu Bakar. “Zubeir
menikahiku sedangkan dia tidak memiliki apa-apa kecuali kudanya. Akulah
yang mengurusnya dan memberinya makan, dan aku pula yang mengairi pohon
kurma, mencari air dan mengadon roti. Aku juga mengusung kurma yang
dipotong oleh Rasulullah dari tanahnya Zubeir yang aku panggul di atas
kepalaku sejauh dua pertiga farsakh (kira-kira 2 km).
Pada suatu hari tatkala saya sedang mengusung kurma di atas kepala,
saya bertemu dengan Rasulullah bersama seseorang. Beliau bersabda,
“ikh…ikh…” (ucapan untuk menghentikan kendaraan) dengan maksud agar aku
naik kendaraan di belakangnya. Namun, saya merasa malu dan saya ingat
Zubeir dan rasa cemburunya, maka beliau berlalu. Tatkala saya sampai di
rumah, aku kabarkan hal itu kepada Zubeir lalu dia berkata, ”Demi Allah,
engkau mengusung kurma tersebut lebih berat bagiku daripada engkau
mengendarai kendaraan bersama beliau.”
Apa yang dilakukan Asma’ memperlihatkan bahwa sebagai seorang istri,
ia rela melakukan hal-hal yang seharusnya dikerjakan oleh suaminya. Dan
yang paling penting, ia tetap menjaga kehormatan suaminya. Suatu hal
yang mungkin secara logis tidak bisa diterima pada kehidupan masa kini.
Betapa banyak dari kaum perempuan (istri) yang memiliki pendapatan lebih
banyak dari suami dan akhirnya kurang memuliakan suami.
Satu lagi sosok pengusaha sukses di era Rasulullah, Khadijah sudah
pasti melekat di benak kita. Keberadaannya mendampingi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) di masa-masa sulit rasanya tak
terbayangkan dalam benak kita. Sejak sebelum menikah dengan Rasulullah
SAW, Khadijah telah dikenal sebagai wanita pebisnis.
Bahkan setelah menikah pun, beliau masih tetap berbisnis, meskipun
Rasulullah SAW pastinya juga menafkahinya sebagai kewajiban suami.
Namun, penghasilan dari bisnisnya itu digunakan Khadijah untuk
mengembangkan dakwah Rasulullah SAW. Bahkan beliau menjadi penyandang
dana dakwah utama pada masa-masa sulit.
Jadikan Hobi sebagai Peluang Usaha
Banyak dari kita, yang ketika keinginan untuk berbisnis itu muncul
justru malah bingung menentukan bisnis apa. Padahal, jika dicermati,
banyak sekali kegiatan sehari-hari yang bisa dikembangkan. Memasak
misalnya. Pekerjaan tiap hari yang dilakukan seorang ibu ini tentu saja
memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Berawal dari niat mulia
seorang ibu untuk membuatkan jajanan sehat namun hemat bagi
putra-putrinya, hal ini tentu saja menjadi sebuah peluang yang bisa
dimanfaatkan.
Atau kegiatan mencuci. Jika ada mesin cuci, bagaimana jika sekalian
saja membuat laundry. Ya…hitung-hitung, pemasukan yang didapat bisa
membantu membayar rekening listrik bulanan. Atau bercocok tanam di
pekarangan, menulis, bahkan memijat. Luar biasa, potensi-potensi yang
ada di sekitar kita.
Namun senang atau suka saja tidak cukup untuk bisa mengembangkan
bisnis. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui sebelum benar-benar
mengembangkan hobi kita menjadi sebuah bisnis.
Pertama, professional. Suka saja tidak cukup. Kita harus ahli di
bidang tersebut. Artinya, kita harus senantiasa mengasah kemampuan kita
berkaitan dengan hobi tersebut. Karena kalau sudah berurusan dengan
konsumen atau pelanggan, kita dituntut untuk professional. Untuk menjadi
professional, tidak harus mengeluarkan dana banyak di awal. Hal
tersebut bisa kita dapatkan dari membaca buku, atau sharing ‘ilmu’ dari
teman-teman yang sudah berpengalaman. Namun, jika memang ada dana bisa
juga kita gunakan untuk mengikuti kursus agar lebih mantap.
Kedua, banyak peluang di sekitar kita. Banyak orang merasa ragu
ketika akan berbisnis. Ada kekhawatiran apakah produknya atau jasanya
nanti akan laku atau tidak. Yang kita perlukan berikutnya adalah survey
alias menjajaki potensi pasar. Lakukan survei kecil-kecilan terhadap
teman-teman kita. Benarkah produk yang kita tawarkan betul-betul mereka
butuhkan. Kalau tidak, maka kira-kira apa yang mereka butuhkan. Ajaklah
teman-teman berbicara, dan temukanlah peluang itu di sana.
Ketiga, bergabunglah dengan komunitas yang sejenis dengan bisnis
pilihan kita. Ini sangat penting pengaruhnya. Keberadaan komunitas
sangat membantu kita untuk mendapat relasi bisnis dan info-info terbaru
terkait dengan seluk beluk bisnis yang kita geluti. Komunitas seperti
ini cukup banyak ada di sekitar kita saat ini.
Keempat, promosi, promosi, dan promosi. Setelah menemukan produk yang
yakin untuk melakukannya, maka yang harus kita lakukan berikutnya
adalah promosi, promosi, dan promosi. Seperti yang diutarakan pada
paragraf pertama tulisan ini, ‘dunia online’ adalah sarana untuk
mempermudah promosi bisnis kita. Manfaatkan situs jejaring sosial, blog,
juga website gratis untuk promosikan produk kita.
Jika promosi dilakukan ‘secara nyata’ atau face to face, mulailah
dari teman-teman sendiri. Lalu berkembanglah ke sesama orangtua ketika
kita menjemput anak-anak di sekolah. Percayalah, sekali saja pelanggan
puas dengan pelayanan kita, mereka akan kembali lagi membawa pelanggan
baru. Insya Allah.
Jangan lupa manajemen waktu
Bukanlah hal yang mudah ketika kita harus mengurus rumah tangga,
mengurus anak-anak, ditambah lagi mengurus bisnis. Sebagai ibu, kita
harus pandai-pandai mengatur waktu, termasuk waktu untuk beristirahat
untuk kita sendiri. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kita
mendapat masukan dari orang-orang terdekat, maka kita akan terbantu
dalam banyak hal.
Satu hal yang sangat mendasar untuk difahami para ibu yang ingin
terjun di dunia bisnis, bahwa apa yang kita lakukan ini bukanlah untuk
“gagah-gagahan”. Jika kemudian usaha ini menjadi besar dan apa yang kita
dapatkan melebihi pemberian suami, maka tetaplah menjaga keridhaannya.
Insya Allah, apa yang kita lakukan menjadi amal saleh. Selain itu, hal
ini akan sangat bermanfaat jika terjadi hal-hal di luar dugaan. Saat
suami meninggal, misalnya. (http://baitulmaalmalang.blogspot.com/dbs/rasularasy/arrahmah.com)
Selasa, 28 Februari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar