Pengirim :
Tohir
Assalamu''alaikum Wr Wb
Ustad, bolehkan bantuan artis digunakan untuk korban bencana? dan apa pula hukum menerima uang bantuan Amerika?
Jawab :
UNTUK menjawab
masalah tersebut perlu dikumpulkan dalil-dalil yang ada. Setelah
diteliti ternyata ada
dua kelompok dalil yang kelihatannya saling
bertentangan. Sebagian dalil menjelaskan ketidak bolehan menggunakan
harta haram secara mutlak, dan sebagian yang lain menjelaskan
kebolehannya. Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat dalam
menyikapi dalil-dalil tersebut. Sebagian dari mereka membaginya dalam
dua kaidah, sebagai berikut :
Kaidah Pertama :
Jika
harta haram tersebut berasal dari hasil pencurian, perampokan,
penipuan, korupsi dan perbuatan kriminal lainnya yang merugikan orang
lain secara nyata, seperti menjadi penadah barang-barang curian, dan
membeli dari tempat penadah tersebut dengan harga murah seperti yang
terjadi pasar-pasar gelap, maka harta tersebut harus dikembalikan kepada
yang berhak, dan haram untuk diambil atau dimanfaatkan dalam bentuk
apapun.
Tetapi jika harta tersebut tidak bisa dikembalikan
kepada yang berhak, karena tidak diketahui beritanya ataupun karena
alasan lainnya, maka boleh diinfakkan untuk kemaslahatan kaum muslimin
dan tidak boleh dimakan. Harta semacam ini termasuk dalam katagori “
hak manusia ”
Kaedah tersebut didasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut :
Pertama : Firman Allah swt :
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. an-Nisa’ : 29 )
Kedua : Hadist Abdullah bin Umar ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda :
“Tidak diterima shalat tanpa bersuci, dan tidak diterima sedekah dari hasil penggelapan harta ghanimah. “ ( HR Muslim, no : 329 )
Ketiga : Hadist Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata :
“Kemudian
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan tentang seroang
laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang
ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu
mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai
Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari
yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan
yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?." ( HR Muslim, no : 1686 )
Keempat : Kisah Mughirah bin Syu’bah :
“Dahulu
Al Mughirah di masa jahiliyah pernah menemani suatu kaum, lalu dia
membunuh dan mengambil harta mereka. Kemudian dia datang dan masuk
Islam. Maka Nabi saw berkata saat itu: "Adapun keIslaman maka aku
terima. Sedangkan mengenai harta, aku tidak ada sangkut pautnya
sedikitpun" (HR Bukhari No : 2529)
Kaedah Kedua :
Jika
harta haram tersebut berasal dari hasil keuntungan lokalisasi
pelacuran, perjudian, penjualan khomr, gaji artis dari pengambilan foto
atau film porno, hasil penjualan rokok, keuntungan bank konvensional
yang menggunakan transaksi riba, bantuan asing, atau harta warisan dari
orang yang mempunyai profesi di atas, serta profesi-profesi lain yang
pada dasarnya adalah perbuatan haram, tetapi dilakukan secara suka rela
antara kedua belah pihak atau lebih, selama hal itu tidak mengikat atau
tidak bersyarat serta tidak ada unsur membantu kebatilan mereka, maka
mayoritas ulama membolehkan untuk memanfaatkan uang tersebut untuk
kemaslahatan kaum muslimin, seperti membangun jembatan, memperbaiki
jalan, membeli mobil ambulan, membuat sumur, membuat tenda-tenda
penampungan korban bencana alam dan lain-lain . Harta semacam ini
termasuk dalam katagori “ hak Allah.”
Kaedah ini didasarkan pada dalil-dalil sebagai berikut :
Pertama : Firman Allah swt :
“
Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali
kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain.” ( Qs Al An’am : 164 )
Ayat di atas menunjukkan
bahwa siapa saja yang bekerja pada sesuatu yang mengandung keharaman
seperti di Bank Konvensional atau Asuransi Jiwa, atau perjudian ( yang
mana pekerjaan tersebut adalah hasil kesepakatan antara mereka sendiri
), maka dosanya akan dia tanggung sendiri, dan dosa ini tidak menular
kepada orang lain.
Kedua : Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ra bahwasanya ia berkata :
“
Bahwasanya seorang wanita Yahudi datang memberikan hadiah kepada Nabi
saw berupa seekor kambing yang telah dilumuri racun, lalu beliau
memakannya.” ( HR Bukhari dan Muslim )
Sebagaimana kita
ketahui bahwa kebanyakan orang Yahudi memakan harta haram seperti riba
dan lain-lainnya, tetapi walaupun demikian Rasulullah saw menerima
hadiah mereka. Bahkan hadiah itu berupa makanan.
.Ketiga : Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab menerima jizyah ( upeti ) dari keuntungan penjualan khomr Ahli Kitab ( Abdur Razaq, al- Mushonaf, 8/198 )
Upeti yang diambil Umar dari harta haram tersebut menjadi kas negara dan nantinya digunakan untuk kepentingan kaum muslimin.
Keempat : Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud pernah berkata : “Jika anda diajak makan oleh orang yang hartanya berasal dari riba, maka makanlah. “
Kelima : Berkata Ibrahim an Nakh’i : “ Terimalah hadiah dari orang yang hartanya dari riba, selama anda tidak menyuruhnya atau membantunya “ ( Abdurrazaq, Mushonaf, 8/151 ) Hal serupa juga disampaikan oleh Salman Al Farisi.
Artinya
jika dengan menerima hadiah tersebut tidak membantu kemungkarannya,
maka boleh diterima, khususnya jika ada manfaatnya untuk kaum muslimin,
sekaligus sebagai sarana dakwah dan ta’lif qulub ( meluluhkan hati mereka agar masuk Islam ) .
Keenam : Berkata Hasan Al Bashri :
“ Sesungguh Allah telah menjelaskan kepada kalian bahwa Yahudi dan
Nashara makan dari harta riba, walupun begitu dihalalkan bagi kalian
makanan mereka “
Kesimpulan :
Dari keterangan di
atas, bisa kita simpulkan bahwa dana-dana bantuan korban bencana atau
bantuan-bantuan lain dari pihak asing maupun dari artis manapun juga,
selama itu menyangkut hak Allah dan tidak ada terkait dengan hak
manusia, serta tidak mengikat, maka hukumnya boleh diterima dan
dimanfaatkan untuk kemaslahatan kaum muslimin.
Kalau kita menolak
bantuan tersebut juga tidak apa-apa. Hanya saja, dikhawatirkan akan
mereka gunakan untuk memperkuat kebatilan mereka, atau membangun proyek –
proyek kemaksiatan lainnya, bahkan justru dimanfaatkan untuk memerangi
kaum muslimin. Sehingga secara tidak langsung, seakan-akan kita telah
memperkuat dan membantu kebatilan mereka dengan mengembalikan harta
tersebut, padahal hal itu dilarang oleh Allah swt, sebagaimana di dalam
firman-Nya :
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. “ ( QS Al Maidah: 2 ).
Wallahu A’lam
Dr. Ahmad Zain An Najah, MA