DR. Ahmad Zain An-Najah, MA
Banyak
masyarakat menanyakan tentang hukum zakat profesi. Sebagian kalangan
menyatakan bahwa zakat profesi tidak ada dalam Islam, karena tidak ada
dalil yang menjelaskannya. Sebagian lain mengatakan bahwa zakat profesi
terdapat dalam Islam. Bagaimana sebenarnya . Tulisan di bawah ini
menjelaskannya :
Pengertian Zakat Profesi
Yang dimaksud dengan zakat profesi
adalah zakat dari penghasilan atau pendapatan yang di dapat dari
keahlian tertentu, seperti dokter, arsitek, guru, penjahit, da'I,
mubaligh, pengrajin tangan, pegawai negri dan swasta. Penghasilan
seperti ini di dalam literatur fiqh sering disebut dengan al- mal al mustafad ( harta yang didapat ).
Sebagian kalangan yang berpendapat bahwa
zakat profesi itu tidak terdapat dalam ajaran Islam, mengatakan bahwa
zakat profesi tidak ada pada zaman Rasulullah, yang ada adalah zakat mal ( zakat harta
). Kalau kita renungkan, sebenarnya zakat profesi dengan zakat mal itu
hakikatnya sama, hanya beda dalam penyebutan. Karena siapa saja yang
mempunyai harta dan memenuhi syarat-syaratnya, seperti lebih dari nishab
dan berlangsung satu tahun, maka akan terkena kewajiban zakat. Baik
harta itu didapat dari hadiah, hasil suatu pekerjaan ataupun dari
sumber-sumber lain yang halal.
Sebagian kalangan yang mengingkari
adanya zakat profesi disebabkan mereka tidak setuju dengan cara
penghitungannya yang mengqiyaskan zakat profesi dengan zakat pertanian.
Padahal para ulama yang mewajibkan zakat profesi berbeda pendapat di
dalam cara penghitungannya, tidak semuanya mengqiyaskan dengan zakat
pertanian. Kalau mereka tidak setuju dengan satu cara, mestinya bisa
memilih cara lain yaitu dengan mengqiyaskan dengan zakat emas, dan tidak
perlu menolak mentah-mentah zakat profesi.
Dasar Zakat Profesi
Adapun dasar diwajibkan zakat profesi adalah firman Allah swt :
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
" Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang – orang yang meminta dan orang-orang miskin yang tidak mendapatkan bagian . " ( Qs Adz Dzariyat : 19 )
Hal ini dikuatkan dengan firman Allah swt :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
" Wahai orang-orang yang beriman bersedekahlah ( keluarkanlah zakat ) dari apa yang baik- baik dari apa yang kalian usahakan “( Qs Al Baqarah : 267 )
Dalam Muktamar Internasional Pertama
tentang Zakat di Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H, yang bertepatan
dengan tanggal 30 April 1984 M, para peserta sepakat akan wajibnya zakat
profesi jika sampai pada nishab, walaupun mereka berbeda pendapat
tentang cara pelaksanaannya.
Pembagian Harta Penghasilan
Harta penghasilan bisa dibedakan menjadi dua bagian :
Pertama : Penghasilan
yang berkembang dari kekayaan lain, misalnya uang hasil panen padi, dan
telah dikeluarkan zakatnya 5% atau 10 %, maka harta tersebut tidak perlu
dizakati kembali pada tahun yang sama, karena harta asalnya sudah
dizakati, hal ini untuk mencegah terjadinya dua kali zakat.
Kedua : Penghasilan
yang berasal dari pekerjaan tertentu yang belum dizakati, seperti gaji,
upah, honor dan sejenisnya. Maka harta tersebut harus terkumpul selama
satu tahun dan dikurangi kebutuhan pokok. Jika sampai nishab, maka wajib
dikeluarkan zakatnya 2,5 % menurut pendapat yang lebih benar.
Ketentuan Zakat Profesi
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan cara mengeluarkan zakat profesi :
Pendapat Pertama :
zakat profesi ketentuannya diqiyaskan kepada zakat perdagangan, artinya
nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat perdagangan.
Nishabnya senilai 85 gram emas, kadarnya 2,5 persen dan waktu
mengeluarkan setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Sebagai contoh : Seorang pegawai swasta
berpenghasilan setiap bulannya Rp. 10.000.000,- Kebutuhan pokoknya Rp.
3.000.000,- maka cara penghitungan zakatnya adalah :
Rp.10.000.000, – Rp.3.000.000,- = Rp.7.000.000,-
Rp.7.000.000,- X 12 bulan = Rp 84.000.000,-
Rp. 84.000.000 X 2,5 % = 2.100.000 pertahun atau 175.000 perbulan.
Pendapat kedua : zakat
profesi diqiyaskan kepada zakat pertanian. Artinya setiap orang yang
mendapatkan uang dari profesinya langsung dikeluarkan zakatnya, tanpa
menunggu satu tahun terlebih dahulu. Tetapi besarnya mengikuti zakat
emas, yaitu 2,5 %.
Contoh : Seorang pegawai swasta berpenghasilan setiap bulannya Rp. 3.000.000,-, maka cara penghitungan zakatnya adalah :
Rp. 3.000.000 X 2,5 % = 7.500,-
Jika di jumlah dalam satu tahun berarti : Rp. 7.500,- X 12 = Rp. 90.000,-
Kalau kita perhatikan contoh di atas, ada beberapa catatan yang perlu mendapatkan perhatian :
Pertama : uang yang
berjumlah Rp. 3.000.000,- tersebut langsung terkena zakat, walaupun
secara teori belum sampai pada batasan nishob, 20 Dinar = 85 gram emas =
Rp. 42.500.000,-. Mereka mengqiyaskan dengan zakat pertanian, yaitu
setiap panen harus dikeluarkan zakatnya.
Kedua : di sisi lain
mereka tidak memperhitungkan nishab, padahal jika mau mengqiyaskan
dengan zakat pertanian, harus ditentukan nishabnya terlebih dahulu,
yaitu 5 wasaq = 653 kg.
Ketiga : di sisi lain
juga, mereka menentukan besaran uang zakat profesi yang harus
dikeluarkan dengan mengqiyaskan kepada zakat emas, yaitu 2,5 %.
Disinilah letak kerancuannya karena mereka mengqiyaskan zakat profesi
kepada dua hal, pertama : mengqiyaskan kepada zakat pertanian dalam
tata cara pengeluarannya dan mengqiyaskan kepada zakat emas dalam
menentukan besaran uang yang dizakati.
Ditambah lagi, ketika mengqiyaskan zakat
profesi kepada zakat pertanian, mereka juga tidak konsisten, karena
tidak menentukan nishab, padahal zakat pertanian itu ada ketentuan
nishabnya.
Tentunya pendapat kedua ini sangat lemah
dari sisi dalil dan sangat merugikan dan membebani para pegawai,
khususnya yang berpenghasilan pas-pasan.
Tetapi justru inilah yang banyak
diterapkan di lembaga-lembaga pemerintahan dan swasta. Mereka dipotong
gajinya sebanyak 2,5 % tiap bulannya, padahal sebagian pegawai ada yang
gajinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Walaupun
hal ini menguntungkan fakir miskin, tetapi merugikan dan mendhalimi
pegawai yang gajinya pas-pasan.
Kesimpulan :
Dari keterangan di atas, bisa kita
simpulkan bahwa zakat profesi diakui oleh syariah dan mempunyai landasan
dari al-Qur’an dan sunnah sebagaimana yang tersebut di atas. Zakat
profesi hanya sebuah istilah, kalau tidak setuju dengan istilah ini,
bisa menyebutnya dengan zakat maal.
Adapun cara pengeluarannya dan besaran
uang yang harus dikeluarkan dari zakat profesi ini mengikuti tata cara
dan besaran dalam zakat emas, dan harus sudah melalui waktu satu tahun.
Wallahu A’lam.
Qatar, 17 Sya’ban 1433 H/ 10 Juli 2012
*Makalah ini di muat dalam majalah Ar Risalah edisi : 135
0 komentar:
Posting Komentar