Jumat, 23 Januari 2015

Zakat Hutang

Salah satu syarat harta yang wajib dizakati adalah kepemilikan secara penuh. Artinya bahwa seseorang memiliki harta tersebut secara penuh, tidak ada pihak lain yang bersyarikat di dalam hartanya, dan dia secara bebas menggunakan harta tersebut tanpa ada seorangpun yang menghalanginya.
Oleh karena itu, harta yang tidak ada kepemilikan secara khusus, tidak wajib dizakati, seperti : uang negara yang diambil dari zakat atau pajak, harta rampasan perang dan fa'I, harta wakaf untuk kepentingan umum, seperti wakaf untuk anak – anak yatim, masjid dan sekolah.
Harta yang tidak ada kepemilikan secara khusus, maka tidak wajib dizakati, seperti : uang negara hasil zakat atau pajak, harta rampasan perang dan fa'I, harta wakaf untuk umum seperti untuk anak yatim, masjid dan sekolah.
  Dalil dalam masalah ini adalah :
Pertama : Firman Allah  :
 وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَّعْلُومٌ
" Dalam harta mereka ada hak bagian tertentu ( untuk dizakati ) “ (Qs Al Ma'arij : 24 )
Kedua : Firman Allah : 
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
" Ambillah dari sebagian harta mereka sebagai pembayaran zakat  “ ( Qs At Taubah : 103)       
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa harta yang wajib dizakati adalah harta yang dimiliki secara penuh.
Hukum Zakat Hutang
          Setelah kita mengetahui bahwa syarat harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah kepemilikan penuh, maka pertanyaan yang muncul adalah : apakah seseorang yang memiliki harta tapi tidak penuh, karena harta tersebut dipinjam orang lain, dia juga harus mengeluarkan zakatnya ?
Jawabannya bahwa hutang itu ada dua macam :
Pertama : Hutang tersebut bisa diharapkan kembali, seperti hutang yang terdapat pada orang yang berkelapangan dan sanggup membayarnya, maka hutang seperti ini wajib dikeluarkan zakatnya bersama harta yang dimilikinya setiap berlalu satu tahun.
Kedua : Hutang tersebut tidak bisa diharapkan kembali, seperti  hutang yang terdapat pada orang yang kesulitan ekonominya dan kemungkinan besar tidak bisa mengembalikannya, maka hutang seperti ini tidak wajib dizakati.
Bagaimana kalau pemilik harta mempunyai hutang juga kepada orang lain ?
Jawabannya : Jika dia memiliki harta sehingga mencapai nishab dan telah berlalu satu tahun, sementara dia masih mempunyai hutang kepada orang lain, maka hukumnya sebagai berikut :
Pertama : Jika jumlah hutangnya sangat banyak dan melebihi nishab zakat atau mengurangi nishab hartanya , maka tidak ada kewajiban baginya untuk berzakat.
     Contohnya : seseorang mempunyai harta sejumlah Rp. 50.000.000,- , tetapi dia mempunyai hutang Rp. 30.000.000,- , sehingga hartanya yang tersisa setelah dikurangi hutangnya adalah adalah Rp. 50.000.000 – Rp. 30.000.000, - = Rp.20.000.000,-  padahal nishabnya adalah Rp. 42.500.000,- sehingga dia tidak terkena kewajiban membayar zakat.
Kedua : Jika hutangnya mengurangi jumlah hartanya tetapi jumlah hartanya masih memenuhi  nishab, maka wajib baginya untuk mengeluarkan zakat dan melunasi hutangnya sekaligus.
Contohnya : seseorang mempunyai harta sejumlah Rp. 100.000.000,- , tetapi dia mempunyai hutang Rp. 30.000.000,- , sehingga hartanya setelah dikurangi hutang adalah Rp. 70.000.000,-. Berarti dia masih berkewajiban membayar zakat setelah berlangsung satu tahun, yang besarnya adalah 70.000.00 x 2,5 % = 1.750.000,- .
Hukum Zakat Bagi Yang Hutangnya Diangsur
     Pada zaman modern ini, banyak masyarakat yang membeli sesuatu dengan kredit, seperti membeli rumah dengan kredit selama 10 tahun, setiap bulannya dia harus membayar cicilan. Bahkan tidak sedikit yang berbisnis mengembangkan usahanya dengan meminjam uang dari bank yang jumlahnya sampai milyaran rupiah. Pertanyaannya adalah apakah orang seperti itu terkena kewajiban zakat, karena mempunyai hutang yang pembayarannya bisa dicicil tiap bulan ?
Jawabannya : bahwa hutang yang mengurangi nishab adalah hutang yang jatuh tempo, atau hutang yang harus dibayar pada waktu seseorang terkena kewajiban zakat.
  1. Contoh : seseorang mempunyai harta Rp 100.000.000,- dan sudah berlalu satu tahun, tetapi dia punya hutang sebuah rumah dengan harga  Rp. 300.000.000,- yang harus dilunasi dalam waktu 10 tahun. Berarti dia harus membayar tiap tahunnya sebesar Rp. 30.000.000,-  Maka hartanya yang berjumlah   Rp 100.000.000,- dikurangi Rp. 30.000.000,-  =  Rp 70.000.000,- . Harta ini sudah masuk dalam nishob, sehingga dia wajib membayar zakat sejumlah Rp 70.000.000,- x 2,5 % = Rp. 1.750.000,- Wallahu A’lam.
Bekasi, 28 Ramadhan 1433 H/ 17 Agustus 2012 M

0 komentar:

Posting Komentar